Dan harapan saya adalah menyembuhkan luka-luka saya dan berjalan keluar dari rumah sakit ini sebagai manusia normal”. Keyakinan yang kukuh akan akhir dari proses peyembuhannya inilah yang akhirnya menyelamatkan Morris dan mengembalikan seluruh fungsi-fungsi syaraf organ-organ tubuhnya yang mengalami kerusakan. Dengan teknik visualisasi kreatif: membayangkan dia akan keluar dari rumah sakit tanpa bantuan peralatan mekanik apapun, ditambah fisioterapi intensif, hanya dalam waktu enam bulan ia mengalami kesembuhan hampir 100%. Progres ini sangat mencengangkan bagi para dokter dan perawat yang menanganinya, semua prediksi klinis dokter ternyata tidak berlaku bagi morris, seseorang yang punya keyakinan kuat bahwa dia bisa sembuh total dari kecelakaan pesawat yang melumpuhkan hampir seluruh fungsi tubuhnya. Sampai sekarang Morris masih aktif menggeluti usaha asuransinya dan membagikan kisah ajaibnya tersebut di atas. Kisah yang tak kalah ajaib dialami oleh Mr. Wright, seseorang yang terserang penyakit kanker kelenjar limpa stadium tinggi, Lymphosarcoma, demikian nama penyakit tersebut.
Kankernya ini sudah demikian akut, sehingga tubuhnya melakukan penolakan atas semua tindakan yang dilakukan padanya. Bahkan saluran pernafasannya pun sering tersumbat dan setiap hari harus dikeluarkan 1-2 liter cairan kental dari dalam dadanya. Di setiap interval waktu tertentu Ia harus menggunakan sebuah masker oksigen untuk membantu pernapasannya. Meskipun demikian ia tidak kehilangan harapan, alasannya? Obat baru yang telah lama ia nantikan dan ia yakini bisa menyembuhkan penyakitnya, akhirnya siap diujicobakan. Obat ini bernama krebiozen.
Pada awalnya Mr. Wright tidak memenuhi kualifikasi untuk uji coba obat tersebut, karena untuk uji coba obat tersebut, pasien harus memiliki usia harapan hidup tiga hingga enam bulan. Sementara usia harapan hidupnya saat itu tidak lebih dari dua minggu. Namun demikian, Mr. Wright ini percaya bahwa krebiozen dapat menyembuhkannya, sehingga ia terus memohon untuk dapat menjadi pasien uji coba obat tersebut.
Akhirnya dokter yang menanganinya, Dr. Philip West, memutuskan untuk melanggar peraturan dan memasukkan Mr Wright sebagai pasien uji coba. Mr. Wright menerima suntikan pertamanya di hari jum’at, suntikan ini diberikan tiga kali setiap harinya, pada waktu dokternya kembali di hari senin, sang dokter ini dibuat kaget dengan progress kesembuhan yang dialami oleh Mr. Wright ini, hanya dalam waktu tiga hari ia sudah bisa berjalan-jalan di sekitar tempat tidurnya dan asyik berbincang-bincang dengan orang-orang sekelilingnya. Sedang pasien lain yang mengikuti uji coba ini masih terbaring di tempat tidur dan tidak menunjukkan progress kesembuhan sama sekali.
Pada pengujian berikutnya, dokter menemukan tumornya telah mengecil menjadi setengah dari ukuran semula, dalam beberapa hari berikutnya, dokter terus memberinya obat tersebut. Dan dalam sepuluh hari, Mr. Wright sudah bisa meninggalkan rumah sakit, bernapas secara normal dan menjalani aktifitas hidupnya seperti biasa. Lebih aneh lagi, ternyata dari semua pasien, hanya Mr. Wright yang mengalami tingkat kesembuhan yang sangat dramatis, di pasien lainnya, obat krebiozen ini gagal menjalankan fungsinya. Hingga kesimpulan dari uji coba ini menyatakan bahwa secara klinis krebiozen tidak efektif untuk menyembuhkan kanker. Kembali ke Mr. Wright, sesudah dua bulan menjalani aktifitas hidupnya dengan normal, tanpa sengaja ia mendengar berita bahwa krebiozen secara klinis dinyatakan tidak bisa menyembuhkan penyakit kanker, mendengar berita ini, keyakinan Mr. Wright mulai goyah dan hal ini sangat berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Ia mulai terserang kanker lagi dan harus masuk rumah sakit untuk yang kedua kalinya.
Dokter rumah sakit yang menangani kasusnya, melihat kejadian ini, ingin meneliti lebih lanjut, apakah fenomena yang dialami oleh Mr. Wright adalah efek placebo, sebuah istilah di dunia kedokteran yang menjelaskan tentang efek penyembuhan pada diri seseorang yang diakibatkan bukan oleh senyawa kimiawi atau obat tetapi oleh keyakinan pada dirinya. Lalu dokter ini, demi untuk membuktikan hipotesanya, akhirnya berbohong ke Mr. Wright dengan mengatakan bahwa sekarang ini sudah ditemukan obat baru yang terbukti ‘ampuh’ menyembuhkan kanker, bahkan kekuatannya dua kali lipat dibanding krebiozen.
Dan dokter ini menawarkan ke Mr. Wright untuk memakai obat ini. Mendengar penjelasan dokter, Mr. Wright menjadi optimis lagi, harapan akan kesembuhannya muncul begitu kuat dan hari berikutnya ia sudah menjalani terapi dengan obat baru yang kekuatannya ‘dua kali lipat’ ini. Padahal obat ini tidak mengandung senyawa kimiawi apapun hanya air putih biasa.
Di dunia kedokteran ada istilah yang berbunyi “Obat itu tidak selalu perlu,yang selalu perlu adalah keyakinan untuk sembuh”. Bahkan lebih dari 70 % penyakit itu diakibatkan oleh pikiran kita sendiri Anehnya, hasil terapi air putih biasa ini lebih dramatis daripada krebiozen. Tumor di tubuh Mr. Wright mulai mengecil hanya dalam beberapa hari, hingga akhirnya ia dinyatakan sembuh total, sekali lagi hanya dengan air putih biasa disertai kekuatan keyakinan yang tinggi. Kisah ini terdapat pada buku “The Psychobiology of Mind Body Healing” karya Dr. Ernest Rossi. Sahabat, kisah di atas adalah sedikit dari jutaan kisah ‘Ajaib’ tentang kekuatan keyakinan. Keyakinan yang tersimpan di otak bawah sadar kita adalah ibarat katup pembuka potensi diri kita. Masing-masing dari kita punya potensi untuk melakukan proses self healing (proses penyembuhan sendiri) tanpa bantuan senyawa kimiawi luar. Tubuh kita sudah dilengkapi oleh system imun, system kekebalan tubuh, system imun ini bisa menahan dan mematikan pertumbuhan sel kanker, jika kita bisa mengembangkan system ini maka kita bisa sembuh dari kanker.
Di dunia kedokteran ada istilah yang berbunyi “Obat itu tidak selalu perlu, yang selalu perlu adalah keyakinan untuk sembuh”. Bahkan lebih dari 70 % penyakit itu diakibatkan oleh pikiran kita sendiri. Pikiranlah yang kadang, ketika kita tidak mengelola dengan baik, melemahkan system kekebalan tubuh kita hingga akhirnya bakteri, virus dan mikroba-mikroba lain penyebab penyakit tubuh mampu menggangu kinerja tubuh kita dan akhirnya kita jatuh sakit. Jadi ketika kita bisa menjaga pikiran kita dengan keyakinan-keyakinan yang memberdayakan maka tubuh kita akan lebih sehat.
Tidak hanya pada proses kimiawi tubuh, keyakinan juga sangat berpengaruh pada cara pandang kita terhadap sebuah hal, dan cara pandang inilah yang nantinya menentukan bagaimana respon kita terhadap apapun yang kita alami. Ada kejadian menarik tentang hal ini, diceritakan dengan sangat baik oleh Adam Khoo di salah satu buku best seller nasionalnya “Master Your Mind, Design your Destiny”. Pada tahun 1957, seorang professor sosiologi dari Columbia University, Robert Merton, mengadakan sebuah penelitian tentang Efek Pygmalion.
Penelitian ini melibatkan seorang guru yang diminta untuk mengajar kelas baru yang terdiri dari anak-anak “berbakat”. Sang guru tersebut tidak tahu bahwa sebenarnya anak-anak yang dia tangani adalah anak-anak dengan IQ rendah dan bermasalah dalam prilaku. Dapat diduga, pada saat sang guru mulai mengajar, anak-anak tersebut pun mulai berprilaku aneh, gaduh dan tidak memberikan respon sama sekali. Tetapi karena sang guru yakin bahwa anak-anak tersebut memiliki IQ tinggi seperti yang didengar dan diyakininya, ia melihat gambaran bahwa dialah yang bermasalah karena tidak tepat menerapkan strategi mengajar pada siswanya.
Dari pandangan ini, si guru mulai merasa bertanggung jawab pada masalah prilaku dan ketidaktarikan murid-murid untuk belajar. Mungkin cara mengajarnya terlalu membosankan dan tidak cukup merangsang untuk menarik perhatian anak-anak yang berbakat dan berstandar tinggi itu. Maka guru ini pun mulai mengubah cara mengajarnya, ia coba berbagai strategi mengajar, ia adakan permainan, ia munculkan keingintahuan siswa-siswa, ia tantang mereka dan ia siapkan juga hadiahhadiah tiap siswa mampu menjawab tantangannya. Mulailah anak-anak memberikan responnya, muncul ketertarikan dan keringan dalam kelas. Semakin sang guru memperlakukan para siswa seperti anak-anak berbakat, semakin kuat respon mereka. Pada akhir tahun ajaran, nilai akademik anak-anak tersebut meningkat tajam.
Dan waktu dites lagi, IQ mereka rata-rata naik 20-30 poin. Maka sang gurupun dikatakan telah menciptakan anak-anak yang berbakat!. Kejadian ini sebenarnya acap terjadi di sekitar kita, sayangnya sebaliknya yang terjadi, dimana guru memandang anak-anak normal sebagai anak-anak bermasalah dan lamban dan akhirnya mereka benarbenar menjadi bermasalah dan lamban. Jadi keyakinan yang tidak akuratpun akhirnya menjadi kenyataan sebenarnya karena respon dan tindakan kita sejalan dengan keyakinan yang tidak akurat tersebut.
BAGAIMANA KEYAKINAN BEKERJA PADA SATU EPISODE KEHIDUPAN SAYA.
Saya termasuk anak yang awalnya memandang bahwa untuk membina keluarga harus dalam kondisi mapan dulu, kuliah telah selesai dan pekerjaan sudah didapat. Tidak terbersit sedikitpun saya akan menikah di masa-masa kuliah. Bagi saya saat itu, seperti juga kebanyakan orang lain, menikah di masa-masa kuliah hanya akan mengakibatkan kegagalan, kalau tidak kuliah yang terbengkalai, maka keluarga yang terbengkalai.
Keyakinan saya mulai berubah ketika saya sering mengikuti seminar dan membaca buku tentang pernikahan, salah satu buku yang mem’provokasi’ dan membalik keyakinan saya adalah buku karangan faudzil adzim, “kupinang engkau dengan hamdalah”. Membaca buku ini, membuat pikiran saya menvisualisasikan berbagai kenikmatan hidupnyma berumah tangga, semakin dalam buku ini saya baca, semakin indah juga kenikmatan yang terbayang.
Yang membuat saya lebih tertantang lagi, di buku itu diuraikan usia ideal bagi laki-laki untuk menikah adalah 21 tahun, saat seseorang sudah mulai dibebani untuk hidup mandiri. Wah berarti saya sudah agak terlambat nih (saat membaca buku ini usia saya memasuki 21 tahun).
Keyakinan saya untuk menyegerakan menikah semakin kokoh ketika saya membaca buku “Menikahlah engkau, maka engkau akan Kaya”. Ketakutan yang selama ini ada, tentang bagaimana nanti saya ‘memberi’ makan anak istri jika saya belum punya pendapatan tetap yang memadai, hilang seketika, karena di buku itu dijanjikan oleh ALLAH, bahwa urusan rizki Dia yang menjamin, asal hamba mau berusaha bersungguh-sungguh, rizki akan diberikan.
Saat saya putuskan untuk mensegerakan menikah di masa-sama kuliah dan saat keinginan ini saya sampaikan ke orang tua, ke saudarasaudara orang tua, nenek, paman dll, tidak satupun yang mendukung, beberapa diantaranya menakut-nakuti dan mencoba meruntuhkan keyakinan saya dengan memberikan contoh beberapa keluarga yang akhirnya gagal kuliah dan keluarganya berantakan karena menikah di usia yang masih sangat muda, mereka juga menceritakan sengsaranya membina rumah tangga saat kuliah, begitu pula yang dialami oleh calon istri, keluarganya juga tidak ada yang mendukung, tetapi karena keinginan sudah bulat dan keyakinan sudah kuat, akhirnya kami menikah juga, saat itu saya usia 23 tahun dan istri 19 tahun.
Beberapa bulan setelah menikah –persis seperti yang diduga oleh saudara dan teman-teman saya- muncul penyesalan juga di hati saya, yah saya menyesal kenapa saya berani menikah saat itu, andaikan keberanian ini muncul jauh sebelum itu, alangkah nikmatnya, he..he… Semua yang diprediksi oleh mereka yang meragukan keyakinan kami untuk menikah dini, satu persatu mulai tidak terbukti, dan sebaliknya keyakinan kamilah yang terbukti, rizki meningkat beberapa kali lipat, saya bisa membiayai kuliah saya dan istri saya tanpa campur tangan penuh orang tua lagi dan kuliah pun berjalan lancar, saat istri masuk semester 4, putra pertama kami lahir dan beberapa tahun kemudian, tepat 2 minggu setelah saya dan istri di wisuda, putra ke-2 kami lahir. Dan ajaibnya ini persis seperti yang saya targetkan sebelum menikah, yaitu lulus kuliah sudah punya dua orang putra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar